Bagaimana Rasanya Mengalami Gangguan Jiwa ?
Kebanyakan orang menganggap rendah orang yang mengalami gangguan jiwa, apapun bentuknya. Entah itu depresi, bipolar, skizofrenia, gangguan panik dan cemas, dll. Mereka bertanya-tanya mengapa hal itu bisa terjadi dan bagaimana rasanya. Mereka mencoba mencari jawaban yang tepat. Tapi semakin mereka mencari, mereka semakin bingung karena mereka tidak pernah merasakannya. Pada akhirnya, mereka membandingkan penderita gangguan jiwa dengan diri mereka yang normal. Menghasilkan sebuah kesimpulan bahwa orang yang menderita gangguan jiwa tidak kuat ditimpa masalah, tidak berpegang pada agama, rapuh, dan stigma-stigma negatif lainnya.
Benarkah stigma itu ?
Melalui
tulisan ini, aku mencoba menjelaskan bagaimana rasanya mengalami
gangguan jiwa. Semoga pembaca dapat mengerti bagaimana perasaan kami
para penderita gangguan jiwa dan merubah stigma negatif menjadi stigma
positif.
Ada
yang mengatakan rasanya mengalami gangguan jiwa itu bagaikan anda
merasakan sakit kepala yang sangat menyiksa. Sakit yang tidak
tertahankan lagi. Sejauh ini, anda sudah menderita bukan ? Tapi, itu
bukanlah bagian terburuk. Yang lebih membuat menderita, anda tidak tahu
mengapa kepala anda bisa sakit. Semakin anda mencoba mencari tahu,
semakin sakit kepala anda. Semakin menderita anda. Pada akhirnya anda
akan menyerah atau anda menerima rasa sakit itu menjadi bagian diri anda
sambil mencoba mencari obatnya.
Pada
dasarnya, bukan keinginan kami untuk menjadi penderita gangguan jiwa.
Tak ada seorang pun di dunia ini yang menginginkan dirinya menjadi gila.
Bukankah begitu ? Begitu pula dengan kami. Awalnya kami adalah orang
normal layaknya manusia pada umumnya. Beberapa dari kami memang memiliki
kepribadian yang sedikit menyimpang. Tapi, kepribadian itu terbentuk
dari hal yang kompleks.
Gangguan
jiwa dapat terjadi karena adanya faktor organobiologik, faktor
psikososial, dan faktor budaya. Faktor organobiologik berkaitan dengan
bawaan genetik seseorang, penyakit, atau kondisi-kondisi tertentu
seperti kekurangan oksigen saat lahir ( hipoksia ). Hal tersebut membuat
seseorang lebih rentan mengalami gangguan jiwa.
Jika
seseorang yang sudah rentan tersebut mengalami masalah dan tekanan
hidup, maka kecenderungannya mengalami gangguan jiwa bertambah besar.
Itulah faktor psikososial. Apalagi, jika ia hidup di lingkungan yang
memiliki budaya tertentu. Dengan adanya tuntutan dari budaya di tempat
ia dibesarkan, kemungkinannya mengalami gangguan jiwa semakin besar.
Lantas,
apakah seseorang yang mengalami gangguan jiwa itu mempunyai masalah
hidup yang begitu beratnya sampai merasa sangat tertekan ? Jawabannya
bisa ya bisa tidak. Kita tidak tahu apa masalah yang sedang dialami
seseorang. Tapi kadang kita dengan mudahnya menilai kalau masalahnya
tidak seberapa. Padahal belum tentu begitu. Bisa saja masalah itu
disembunyikan atau dibuat seolah-olah ringan karena malu dan bingung.
Bagaimana
jika masalahnya memang tidak seberapa ? Apakah kami begitu rapuhnya
sampai tidak bisa mengatasi masalah kecil ? Tentu tidak. Kemampuan orang
menyelesaikan masalah dipengaruhi oleh kepribadian orang itu juga.
Sedangkan kepribadian itu sendiri, terbentuk dari hal yang kompleks.
Peristiwa-peristiwa yang dilalui sejak lahir, didikan orang tua, serta
lingkungan sekitar membentuk kepribadian seseorang. Jadi, kepribadian
yang terbuka, tertutup, mudah beradaptasi, supel, pemalu, pemarah,
tenang, dll tidak terbentuk begitu saja. Ada penjelasan bagaimana
terbentuknya yang tersimpan dalam alam tidak sadar kita.
Jadi,
benar kan bahwa bukan keinginan kami untuk menjadi penderita gangguan
jiwa ? Dan bukan kami pula yang sepenuhnya bersalah sehingga membuat
jiwa kami terganggu ?
Bagaimana
hubungannya dengan agama ? Menurutku, Tuhan menciptakan manusia untuk
diuji melalui cobaan. Mungkin, gangguan jiwa adalah salah satu cobaan
dari Tuhan. Agama memang dapat membantu seseorang dalam proses
penyembuhan gangguan jiwa. Tapi keimanan bukanlah faktor yang
menyebabkan gangguan jiwa.
Sekarang, bagaimana yang kami rasa ?
Aku
sendiri mengalami gangguan jiwa berupa depresi yang berlanjut menjadi
gangguan bipolar. Pada saat aku merasa depresi, aku berusaha keras untuk
mencoba menyelesaikan masalahku. Tapi masalah itu tak juga selesai.
Sehingga aku mulai merasa lelah, sedih, hilang minat terhadap hal yang
menyenangkan, susah tidur, tidak bertenaga, mengurung diri, dan gejala
depresi lainnya. Aku sendiri tidak tahu mengapa aku bisa merasakan
gejala-gejala itu.
Disaat
teman mengajakku untuk melakukan hal yang menyenangkan, aku menolaknya.
Lalu mereka menasehati aku. Mereka bilang aku harus bisa melawan ‘mood
buruk’ itu dan melakukan hal yang menyenangkan. Faktanya, yang kurasa
saat mereka menasehati, ada bagian kecil dalam diriku yang berkata bahwa
sebenarnya aku juga ingin melakukan hal itu. Tapi aku tidak ingin. Aku
tidak tertarik lagi. Aku tidak tahu mengapa, pokoknya aku tidak mau
saja.
Lalu
aku merasa menjadi tidak berguna, bersalah, dan tidak punya harapan.
Rasa itu muncul begitu saja. Seperti jika anda terperosok kedalam lubang
yang dalam, awalnya anda hanya merasa takut dan sedih. Tetapi semakin
jauh anda terperosok dan tidak tahu seberapa dalam lubang itu, anda
pasti berpikir bahwa harapan anda akan semakin tipis karena tak ada
orang diatas sana yang akan menolong. Lalu anda bisa saja berpikir lebih
baik anda langsung mati saja daripada harus merasa ketakutan saat
terperosok dan pada akhirnya mati juga. Sialnya, kebanyakan orang yang
berada diatas sana tidak menyadari atau tidak melihat anda terperosok.
Jika melihat pun, ada yang membiarkan saja anda terperosok semakin
dalam. Tapi jika anda beruntung, ada yang ingin membantu anda dengan
mengulurkan tali.
Kira-kira
seperti itu yang kualami saat aku depresi. Untungnya aku memiliki
keluarga dan teman-teman yang bersedia mengulurkan tali saat diriku
terperosok sehingga perlahan aku bisa naik keatas dan keluar dari lubang
yang dalam itu.
Anda
tidak mungkin merasa bahagia saat anda terperosok lubang bukan ? Tanpa
anda sadari anda pasti berpikir bahwa anda akan mati atau paling tidak
mencapai dasar dengan luka parah. Begitu pula dengan kami yang mengalami
depresi. Kami tidak bisa berpikir positif atau menikmati hidup kami.
Karena ya itulah yang terjadi. Kami pun tidak tahu mengapa. Mungkin
memori-memori masa lalu yang tersimpan dalam alam tidak sadar kami yang
membuat kami merasa seperti itu.
Setelah
akhirnya aku bangkit dari depresi, aku merasa dunia ini begitu indah.
Rasanya aku bisa melakukan apa saja dan masa depanku cerah. Aku merasa
sangat berenergi dan penuh semangat. Aku memiliki banyak ide baru dan
ingin mencoba banyak hal. Semakin lama aku semakin bertenaga sampai pada
puncaknya, aku tidak tahu lagi harus menyalurkan tenagaku ini dengan
melakukan hal apa sehingga aku kesal sendiri dan mulai merusak barang
serta melukai diri sendiri. Lalu aku merasa sedih dengan diriku dan
tiba-tiba ingat masa-masa depresiku.
Anda
mungkin bertanya-tanya, mengapa bisa begitu dan kenapa aku tidak
berusaha mengontrolnya. Jawabannya karena aku sendiri tidak tahu dan
tidak bisa. Disaat seperti itu, aku benar-benar bukan diriku. Rasanya
seperti ada orang lain yang mengontrol diri anda. Anda sadar ini
bukanlah diri anda yang sebenarnya, tapi anda tidak bisa melakukan
apa-apa karena ‘orang lain’ di dalam diri anda semakin berkuasa atas
tubuh anda. Kira-kira seperti itu yang kurasa. Kelihatannya mudah untuk
mengontrol mood dan menahan diri jika anda berpikir dari sisi normal
anda. Tapi bagi kami yang memiliki gangguan jiwa, hal itu sangatlah
berat.
Kami
pun ingin bisa normal seperti orang lain. Tapi karena rangkaian
peristiwa itu, zat kimia dan hormon di dalam tubuh kami terlanjur kacau.
Sehingga butuh proses panjang untuk mengembalikannya menjadi normal.
Kami meminum obat untuk membantu proses itu, dan berkonsultasi pada
psikolog / psikiater untuk menghilangkan hal-hal buruk yang tersimpan di
dalam alam tidak sadar kami sehingga saat kami berhadapan dengan
masalah, kami bisa mengatasinya layaknya orang normal.
Kami
butuh dukungan dan pengertian dari anda semua. Kami juga ingin seperti
kalian yang normal. Tapi kami butuh proses. Semoga kalian bisa
memaklumi. Tak lupa, kami berterima kasih sekali kepada orang-orang yang
sudah membantu kami melewati masa kelam dan membuat hidup kami lebih
cerah.
Bagi
mereka yang pernah memandang rendah atau meremehkan kami, semoga
pikiran anda lebih terbuka. Bersyukurlah anda bisa menjalani hidup anda
dengan normal dan bisa mengendalikan diri anda sepenuhnya. Kita manusia
tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita. Tuhan bisa
saja memberi anda masalah, cobaan, kebahagiaan, rezeki, dan ‘kejutan’
lainnya. Semoga Tuhan selalu memberikan rahmat-Nya pada anda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar